Archive Page 2

17
Mei
09

Pee Wee Gaskins

Donald “Pee Wee” Gaskins adalah salah seorang pembunuh tersadis dalam sejarah. Tercatat kurang lebih 100 kasus pembunuhan dilakukan olehnya. Tapi bukan itu pembahasan kita sekarang. Dengan mengambil nama Pee Wee Gaskins, sebuah band salah Jakarta mencoba mencari arti filosofis dari nama band mereka. Pee Wee, yang berarti kecil, tapi bisa mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Dan band yang merasa masih kecil ini berharap bisa menjadi besar, tapi tentu saja bukan dengan cara membunuh.

Inilah mereka, Pee Wee Gaskins! Band yang dimotori oleh Dochi (gitar&vokal), Sansan (gitar&vokal), Omo (synthesizer), Aldy (drum), Eye (bass) ini baru saja mengeluarkan album kedua mereka. Setelah sukses dengan album sebelumnya, Stories From Out Highschool Years di tahun 2000, kini mereka punya senjata baru. Berbekal nama The Sophomore, album ini sangat terasa penuh semangat. Tengok langsung lagu andalan di track no 2 yang berjudul Welcoming The Sophomore. Nuansa remaja terasa kental di lagu berbahasa inggris ini, teriakan ala cheerleader bersahut-sahutan dengan beat penuh semangat dan bunyi-bunyian synthesizer. Bangun siang, buka jendela kamarmu, cuci muka, segera berangkat ke kampus, dan tinggalkan kamar berantakanmu itu. Seolah itulah gambaran suasana lagu ini. Penuh semangat untuk menyambut yang akan datang. Selanjutnya menunggu anda, Di Balik Hari Esok, lagi-lagi lagu penuh semangat. Coba intip liriknya,

Kunyalakan tv dan tenggelamku di layar kaca
Membawaku kembali pada waktu itu
Ciuman pertama yang kau rasa
Semua berlalu tanpa terasa

Vokal bersahutan dan saling mengisi memang menjadi warna khas Pee Wee Gaskins. Part gitar yang padat dan penggunaan bebunyian synthesizer yang catchy menjadi ramuan yang sangat segar. Tatiana dan Berdiri Terinjak adalah 2 lagu dari album perdana mereka. Khusus untuk Berdiri Terinjak, mereka menggandeng Saski, penyanyi remaja yang juga baru menanjakan karirnya kembali. Pemilihan yang tepat, karena suara vokal Saski terdengar sangat pas dipadukan dengan musik yang diusung gerombolan anak muda ini.

Dengan total 13 track, terdiri dari sebuah intro, 8 lagu berbahasa inggris, 4 lagu berbahasa indonesia, anda juga bisa menemukan sedikit part akustik dari lagu Di Balik Hari Esok yang disembunyikan oleh mereka. Kurang? Coba cek sleeve albumnya. Selain sedikit masalah pada ukuran font penulisan liriknya yang terlalu kecil, rasanya tidak ada masalah serius. Bahakan DW menilai sleeve album ini cukup unik. Warna kuning dan oranye mendominasi, dengan gambar seorang pria berkacamata dan memegang buku, berdiri diatas tumpukan barang dan menatap mentari terbit.

17
Mei
09

Sore


Sore hari adalah waktu yang paling indah untuk mendengarkan musik, di mana lembayung merah di angkasa mampu menggugah setiap sudut gelap batin manusia yang terkalahkan oleh waktu dan memancarkan sinar terang alami di kala hati sedang berharap. Bisa dikatakan bahwa sore hari adalah saat di mana kita melepaskan segala beban yang ada di benak, dan mulai berinteraksi dengan pada yang ada dalam ketenangan jiwa.
Dan berdasarkan atas pemikiran konsep ini serta kecintaan masing-masing personil akan ketenangan petang hari, SORE didirikan sebagai suatu bentuk perwujudan dari lima kawan lama yang telah membina kepercayaan dan animo masing-masingnya untuk bersatu menggabungkan pemikiran dan menuangkan segala jenis beban mereka dalam bentuk musik.
SORE berawal dari perjalanan dasar ketiga personil awalnya, yakni Awan Garnida, Ade Firza, dan Ramondo Gascaro dalam menempuh pendidikan, mulai dari Perguruan Cikini hingga Los Angeles, Amerika Serikat. Awal 1991, Awan Garnida kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya, dan saat itulah dia bertemu dengan Gusti Pramudya.
Pada pertengahan tahun 1996, Ade Firza dan Ramondo Gascaro kembali ke Indonesia, dan bergabung dengan Awan Garnida dan Gusti Pramudya untuk membentuk suatu proyek musik yang dinamakan BAHAGIA. Namun karena harus kembali ke Los Angeles untuk melanjutkan proses belajarnya, Ade Firza meninggalkan mereka, tapi dia memberikan satu konsep lagu yang diberi judul ‘Awan Lembayung’ sebelum berangkat, yang sebelumnya sempat direkam dalam bentuk demo. Lagu inilah yang menjadi awal perjalanan musikalitas dari SORE.
Dan ketika Ade Firza sudah menyelesaikan masa belajarnya, dia kembali bergabung dengan kawan-kawan lamanya, dan juga bertemu dengan satu kawan baru bernama Reza Dwiputranto, yang memegang posisi gitaris. SORE pun lahir sebagai saluran semua ide masing-masing personil, yang bersatu dan membaur dalam bentuk musik pop dengan sentuhan absurd-eclectic.
Dalam album pertamanya yang berjudul Centralismo, yang dirilis oleh Aksara Records, dapat didengar bahwa SORE adalah sebuah band yang unik, di mana selain kelima personilnya semua bernyanyi (dalam arti vokal utama tentunya), masing-masing personilnya juga memiliki karakter yang berbeda, dan ini dapat dilihat dari cara penulisan lagu yang ada. Seperti dalam lagu Lihat, single pertama dari Centralismo, yang ditulis oleh Ade Firza, Ramondo Gascaro, dan Gusti Pramudya. Ketiga ide personil ini bersatu, dan membentuk suatu karakter baru dengan gaya rock jazz retro, dan sentuhan harmonisasi yang bagus. Lain lagi dengan lagu Aku, lagu terakhir dalam album ini. Lagu ini ditulis oleh Reza Dwiputranto, dan hanya dua personil saja yang terlibat dalam proses rekamannya. Jadi, bisa dikatakan juga bahwa SORE adalah sebuah band yang tidak terikat pada norma-norma, tapi memberikan kebebasan kepada masing-masing personil dengan karakter sendiri yang bertanggung jawab. The Jakarta Post menyebut SORE sebagai ‘the best working band in Jakarta and certainly the most interesting’ (The Jakarta Post, October 9, 2005).
Centralismo sendiri adalah sebuah album yang didedikasikan untuk wilayah Jakarta Pusat, di mana memang sebagai besar personilnya dibesarkan dan menimba ilmu. Sebelum Centralismo dibuat, SORE telah merilis satu mini album berjudul Ambang pada tahun 2003 dan tiga single, yakni Etalase (2002), Cermin (2004), dan Funk The Hole (2005). Cermin sendiri masuk dalam kompilasi rilisan Aksara Records, JKT:SKRG, sebuah album kompilasi yang menggambarkan tentang perjalanan musik indie di Jakarta. Sementara itu, Funk The Hole masuk dalam kompilasi OST Janji Joni, masih produksi dari Aksara Records.
Segera setelah merilis album Centralismo, album ini dipilih oleh Time Magazine sebagai salah satu album Asia yang patut dimiliki, ‘It’s an album perfect for those rainy days when all you really want to do is lie back and dream of a simpler time in your life’ (Time, September 12, 2005).
ZE’BAND
AWAN GARNIDA – Vocals & Bass Guitars
ADE FIRZA PALOH – Vocals & Guitars
GUSTI PRAMUDYA – Drums, Acoustic Guitar & Vocals
REZA DWI PUTRANTO – Vocals & Guitars
RAMONDO GASCARO – Keyboard, Piano, & Vocals
(Berbagai sumber)

17
Mei
09

White Shoes & the Couples Company

White Shoes & The Couples Company adalah sebuah band kecil yang sedikit dipengaruhi oleh semangat akustik para musisi classic jazz di tahun 30-an. Dengan classic strings arrangement yang dibubuhi sedikit retro disco, easy listening accoustic ballads & sedikit sentuhan nada dari keyboard mainan anak-anak keluaran akhir 70-an.

AWAL TERBENTUK

Agustus 2002, di sebuah kampus kesenian di bilangan Jakarta Pusat. Dua orang mahasiswa Seni Rupa, Aprilia Apsari (Sari) & Yusmario Farabi (Rio) yang sedang menjalin hubungan asmara, memutuskan untuk membuat sebuah grup musik dengan mengajak teman dekat satu fakultas mereka yang bernama Saleh. Maka terbentuklah formasi pertama grup musik White Shoes & The Couples Company. Sari pada posisi vokal & violin, Rio pada posisi gitar rhythm, serta Saleh pada posisi gitar melodi. Dengan formasi awal ini mereka bertiga tampil pertama kali pada sebuah acara kampus. Namun tampil hanya bertiga bukanlah rencana pertama, karena dari awal sebenarnya Sari & Rio ingin sekali mengajak sepasang suami istri dari fakultas musik, Ricky Surya Virgana (Ricky) & Mela. Tetapi karena sedang sibuk mengajar dan mengisi beberapa orchestra, mereka tak dapat ditemui. Selang beberapa bulan, mulailah sepasang suami istri tersebut bergabung dalam White Shoes & The Couples Company, Ricky pada posisi bass & cello serta Mela pada posisi keyboard, piano & viola.

LAGU

Lagu White Shoes & The Couples Company yang pertama ditulis adalah ‘Runaway Song’ oleh Sari & Rio, lagu berikutnya adalah ‘Windu & Defrina’ , lalu mulai berdatangan lagu-lagu berikutnya seperti ‘Sunday Memory Lane’ & ‘Nothing To Fear For Now’.

MANAGER

Pertemuan grup musik ini dengan managernya, Indra Ameng, adalah cerita yang lain lagi. Mengenal sesosok Indra Ameng sebagai manager tentunya tidak asing, karena sebelumnya Indra Ameng adalah manager band lawas Rumahsakit, yang terkenal di tahun ’90-an, namun pertemuan White Shoes & The Couples Company dengan Indra Ameng bukanlah bukanlah melalui dunia musik, justru mereka bertemu di dunia Seni Rupa, karena selain seorang manager band, Indra Ameng adalah seorang Perupa, dan seorang program koordinator di sebuah artist’ initiative; Ruangrupa.

DRUMMER

Pada awalnya White Shoes & The Couples Company tidak memiliki drummer, dan karena ini Ricky mengusulkan untuk mengajak teman satu fakultasnya yang bernama John Navid a.k.a Lau Kun Sin sebagai additional drummer, namun seiring waktu berlalu dan sesuai dengan kebutuhan, pada tahun 2004 John kemudian menjadi drummer tetap, maka lengkaplah sudah formasi akhir White Shoes & The Couples Company.

ALBUM

White Shoes & The Couples Company merekam albumnya di bawah naungan perusahaan rekaman Aksara Records berisikan 11 lagu. Album diproduksi dalam bentuk CD dan kaset, dirilis oleh Aksara Records dan didistribusikan oleh Universal Music Indonesia.

White Shoe & The Couples Company:

NONA SARI – vocal

TUAN YUSMARIO FARABI – acoustic guitar

TUAN SALEH – electric guitar, backing vocal

TUAN RICKY SURYA VIRGANA – cello, bass

NYONYA MELA VIRGANA – piano, viola, keyboards

TUAN JOHN – drums, vibes

(Berbagai sumber)




Kalender

Yang Sedang Baca…

Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031