22
Jul
09

Sweet as Revenge

Sweet as Revenge secara resmi berdiri di Jakarta pada awal November 2003. Dimulai dari pertemuan Max, Qzoot (gitar) dan Febri (bass) di sebuah distro di Jakarta. Berawal dari obrolan mengenai interest yang sama pada genre post-hardcore, kemudian berlanjut dengan keinginan untuk membuat sebuah band yang memainkan musik post-hardcore itu sendiri. Waktu berjalan, dan berdirilah Sweet as Revenge. Nama yang unik, karena semua personil awal di band ini pernah merasakan pengalaman pahit dengan band-band mereka yang terdahulu. Dan menjadikan Sweet as Revenge sebagai ajang pembuktian. Bahwa mereka akan bisa menjadi lebih baik.

Berawal dari hanya berlatih di studio, kemudian mereka memutuskan untuk merekam demo mereka yang pertama. Lagu pertama mereka berjudul “Broken Lines and Empty Smile”. Bermodalkan satu lagu sendiri serta beberapa lagu cover, Sweet as Revenge mulai merambah panggung-panggung di berbagai acara komunitas di Jakarta. Tampil dengan hanya ditonton segelintir orang sebagai band pembuka, atau tampil paling akhir sebagai band penutup telah mereka rasakan. Hal itu tidak membuat mereka patah semangat, tapi dianggap sebagai pengalaman yang akan memperkuat mereka sebagai sebuah band. Lagu “Broken Lines and Empty Smile” akhirnya menarik minat dE Records. Lagu tersebut direkam ulang untuk disertakan dalam kompilasi “Anthems of Tomorrow (dE Records, 2004). Sebuah album kompilasi yang berisi band-band bergenre post-hardcore dan sejenisnya. Lagu “Broken Lines and Empty Smile” juga sempat merajai chart MTV Cutting Edge selama beberapa minggu. Sebuah prestasi yang membanggakan untuk sebuah band yang masih berumur sangat muda. Hal ini juga yang mengangkat nama mereka ke permukaan dan mulai dikenal oleh publik.

Seiring dengan berjalannya waktu, serta perbedaan visi, misi dan kepentingan dari masing-masing personil, mengakibatkan beberapa kali pergantian personil serta perubahan musikalitas Sweet as Revenge secara keseluruhan. Setelah melewati proses rekaman yang panjang, hasil karya mereka dapat didengar pada sebuah mini album berjudul “Birth of Expectations (Self Released, 2008)” yang dirilis pada 5 Januari 2008. Sebuah mini album berisi 6 lagu yang merefleksikan pahit dan manisnya kehidupan mereka. Baik sebagai band ataupun sebagai individu masing-masing personil. Rilisnya mini album “Birth of Expectations” mendapat respon yang cukup baik. Acara Release Party mini album itu sendiri dihadiri oleh sekitar 700 orang penonton. Jumlah yang cukup fantastis. Singel mereka yang berjudul “Potret Kehampaan” juga sering terdengar di radio.

Selepas rilisnya mini album “Birth of Expectations”, Sweet as Revenge semakin aktif bergerilya dari panggung ke panggung dan mulai merambah media. Mulai dari panggung acara komunitas, pensi SMA, acara kampus, live performance, promo dan interview di radio, semua dilibas habis. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk menambah jam terbang saja, tetapi juga sebagai usaha untuk menjangkau pendengar baru, mereka yang sama sekali tidak mengenal Sweet as Revenge. Terbukti cara ini cukup ampuh, banyak yang akhirnya jatuh hati kepada band ini setelah mereka mendengar dan menyaksikan langsung penampilan Sweet as Revenge. Sebagai salah satu band generasi awal dari booming genre post-hardcore di tanah air, Sweet as Revenge berusaha untuk terus konsisten dan tidak terbawa arus trend musik yang sangat cepat berganti. Sampai saat ini, formasi terakhir Sweet as Revenge adalah: Dinand (vokal), Qzoot (gitar), Mamie (gitar), Febri (bass) dan Nanda (drum). Perjalanan dari panggung ke panggung, konflik demi konflik serta pengalaman hidup dari masing-masing personil telah memperkaya pengalaman Sweet as Revenge sebagai sebuah band. Hal ini membuat mereka berusaha untuk lebih solid dan konsisten dalam berkarya. Sweet as Revenge akan terus mempertahankan eksistensinya serta melahirkan karya-karya yang dapat menghibur penggemar musik dimanapun mereka berada.

04
Jun
09

Burgerkill

Ini merupakan sebuah cerita pendek dari 12 tahun perjalanan karir bermusik dari sebuah band super keras yang telah menjadi fenomena di populasi musik keras khususnya di Indonesia. Sebuah band yang namanya diambil dari selewengan sebuah nama restaurant fast food asal Amerika, ya mereka adalah Burgerkill band asal origin Ujungberung, tempat orisinil tumbuh dan berkembangnya komunitas Death Metal / Grindcore di daerah timur kota Bandung. Band lulusan scene Uber ( nama keren Ujungberung ) selalu dilengkapi gaya Stenografi Tribal dan musik agresif yang super cepat, Jasad, Forgotten, Disinfected, dan Infamy to name a few.

Burgerkill berdiri pada bulan Mei 1995 berawal dari Eben, scenester dari Jakarta yang pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya. Dari sekolah itulah Eben bertemu dengan Ivan, Kimung, dan Dadan sebagai line-up pertamanya. Band ini memulai karirnya sebagai sebuah side project yang ga punya juntrungan, just a bunch of metal kids jamming their axe-hard sambil menunggu band orisinilnya dapat panggilan manggung. Tapi tidak buat Eben, dia merasa bahwa band ini adalah hidupnya dan berusaha berfikir keras agar Burgerkill dapat diakui di komunitasnya. Ketika itu mereka lebih banyak mendapat job manggung di Jakarta melalui koneksi Hardcore friends Eben, dari situlah antusiasme masyarakat underground terhadap Burgerkill dimulai dan fenomena musik keras tanpa sadar telah lahir di Indonesia.

Walhasil line-up awal band ini pun tidak berjalan mulus, sederet nama musisi underground pernah masuk jajaran member Burgerkill sampai akhirnya tiba di line-up solid saat ini. Ketika dimulai tahun 1995 mereka hanya berpikir untuk manggung, pulang, latihan, manggung lagi dst. Tidak ada yang lain di benak mereka, tapi semuanya berubah ketika mereka berhasil merilis single pertamanya lewat underground phenomenon Richard Mutter yang merilis kompilasi cd band-band Bandung pada awal 1997. Nama lain seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell juga bercokol di kompilasi yang berjudul “Masaindahbangetsekalipisan” tersebut. Memang masa itu masa indah musik underground. Everything is new and new things stoked people! Tidak tanggung lagu Revolt! dari Burgerkill menjadi nomor pembuka di album yang terjual 1000 keping dalam waktu singkat ini.

Setelah mengenal nikmatnya menggarap rekaman, anak anak ini tidak pernah merasa ingin berhenti, dan pada akhir tahun 1997 mereka kembali ikut serta dalam kompilasi “Breathless” dengan menyertakan lagu “Offered Sucks” didalamnya. Awal tahun 1998 perjalanan mereka berlanjut dengan rilisan single Blank Proudness, pada kompilasi band-band Grindcore Ujungberung berjudul “Independent Rebel”. Yang ketika itu dirilis oleh semua major label dengan distribusi luas di Indonesia dan juga di Malaysia. Setelah itu nama Burgerkill semakin banyak menghias concert flyers di seputar komunitas musik underground. The Antics went higher, semakin banyak fans berat menunggu kehadiran mereka diatas panggung. Burgerkill sang Hardcore Begundal!

Disekitar awal tahun 1999, mereka mendapat tawaran dari perusahaan rekaman independent Malaysia, Anak Liar Records yang berakhir dengan deal merilis album Three Ways Split bersama dengan band Infireal (Malaysia) dan Watch It Fall (Perancis). Hubungan dengan network underground di Malaysia dan Singapura berlanjut terus hingga sekarang. Burgerkill menjadi langganan cover zine independent di negara-negara tersebut dan berimbas dengan terus bertambahnya fans mereka dari negeri Jiran. Di tahun 2000, akhirnya Burgerkill berhasil merilis album perdana mereka dengan title “Dua Sisi” dan 5000 kaset yang di cetak oleh label indie asal Bandung, Riotic Records ludes habis dilahap penggemar fanatik yang sudah tidak sabar menunggu sejak lama. Di tahun yang sama, band ini juga merilis single “Everlasting Hope Never Ending Pain” lewat kompilasi “Ticket To Ride”, sebuah album yang benefitnya disumbangkan untuk pembangunan sebuah skatepark di kota Bandung.

Single terakhir menjadi sebuah jembatan ke era baru Burgerkill, dimana masa awal mereka lagu-lagu tercipta hasil dari pengaruh band-band Oldschool Hardcore, Name it: Minor Threat, 7 Seconds, Gorilla Biscuits, Youth of Today, Sick of it All, Insted, Etc. Seiring dengan waktu, mereka mulai untuk membuka pengaruh lain. Masuklah pengaruh dari band band Modern Metal dan Newschool Hardcore dengan beat yang lebih cepat dan lebih agresif, selain itu juga riff-riff powerchord yang enerjik menjadi bagian kental pada lagu-lagu Burgerkill serta dilengkapi oleh fill-in gitar yang lebih menarik. Anak-anak ini memang tidak pernah puas dengan apa yang mereka hasilkan, mereka selalu ingin berbuat lebih dengan terus membuka diri pada pengaruh baru. Hampir semua format musik keras dilahap dan di interprestasikan kedalam lagu, demikianlah Burgerkill berkembang menjadi semakin terasah dan dewasa. Lagu demi lagu mereka kumpulkan untuk menjadi sebuah materi lengkap rilisan album kedua.

Beberapa Mainstream Achievement pun sempat mereka rasakan, salah satunya menjadi nominator Band Independent Terbaik ala majalah NewsMusik di tahun 2000. Awal tahun 2001 pun mereka berhasil melakukan kerjasama dengan sebuah perusahaan produk sport apparel asal Amerika: PUMA yang selama 1 tahun mensupport setiap kali Burgerkill melakukan pementasan. Dan sejak Oktober 2002 sebuah produk clothing asal Australia: INSIGHT juga mensupport dalam setiap penampilan mereka.

Pertengahan Juni 2003, Burgerkill menjadi band Hardcore pertama di Indonesia yang menandatangani kontrak sebanyak 6 album dengan salah satu major label terbesar di negeri ini, Sony Music Entertainment Indonesia. Dan setelah itu akhir tahun 2003, Burgerkill berhasil merilis album kedua mereka dengan title “Berkarat”. Lagu-lagu pada album ini jauh lebih progressif dan penuh dengan teknik yang lebih terasah dibandingkan album sebelumnya. Hampir tidak ada lagi nuansa straight forward dan moshpart sederhana ala band standard Hardcore yang tercermin dari single-single awal mereka. Pada sector vocal dengan tetap mengedepankan nuansa depresif dan kelam, karakter vocal Ivan sang vokalis Bengal lebih berani dimunculkan dengan penulisan bahasa pertiwi dan artikulasi kata yang lebih jelas. Dan di sector musik pun, Toto, Eben, Andris dan gitaris baru mereka Agung semakin berani menjelajahi daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak pernah dijajaki kelompok musik keras manapun di Indonesia.

Sebuah kejutan hadir pada pertengahan tahun 2004, lewat album “Berkarat” Burgerkill masuk kedalam salahsatu nominasi dalam salah satu event Achievement musik terbesar di Indonesia “Ami Awards”. Dan secara mengejutkan mereka berhasil menyabet award tahunan tersebut untuk kategori “Best Metal Production”. Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah terlintas di benak mereka, dan bagi mereka hal tersebut merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus mereka buktikan melalui karya-karya mereka selanjutnya.

Di awal tahun 2005 di tengah kesibukan mereka mempersiapkan materi untuk album ketiga, Toto memutuskan untuk meninggalkan band yang telah selama 9 tahun dia bangun bersama. Namun kejadian ini tidak membuat anak-anak Burgerkill putus semangat, mereka kembali merombak formasinya dengan memindahkan Andris dari posisi Bass ke posisi Drums dan terus melanjutkan proses penulisan lagu dengan menggunakan additional bass player. Sejalan dengan selesainya penggarapan materi album ketiga, tepatnya November 2005, Burgerkill memutuskan kontrak kerjasama dengan Sony Music Entertainment Indonesia dikarenakan tidak adanya kesepakatan dalam pengerjaan proyek album ketiga. So guys…these kids always have a great spirit to keep blowing their power, dan akhirnya mereka sepakat untuk tetap merilis album ke-3 “Beyond Coma And Despair” di bawah label mereka sendiri Revolt! Records di pertengahan Agustus 2006. Album ketiga yang memiliki arti sangat dalam bagi semua personil Burgerkill baik secara sound, struktur, dan format musik yang mereka suguhkan sangat berbeda dengan dua album sebelumnya. Materi yang lebih berat, tegas, teknikal, dan berani mereka suguhkan dengan maksimal disetiap track-nya.

Namun tak ada gading yang tak patah, sebuah musibah terbesar dalam perjalanan karir mereka pun tak terelakan, Ivan sang vokalis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya ditengah-tengah proses peluncuran album baru mereka di akhir Juli 2006. Peradangan pada otaknya telah merenggut nyawa seorang ikon komunitas musik keras di Indonesia. Tanpa disadari semua penulisan lirik Ivan pada album ini seolah-olah mengindikasikan kondisi Ivan saat itu, dilengkapi alur cerita personal dan depresif yang terselubung sebagai tanda perjalanan akhir dari kehidupannya. “Beyond Coma And Despair” sebuah album persembahan terakhir bagi Ivan Scumbag yang selama ini telah menjadi seorang teman, sahabat, saudara yang penuh talenta dan dedikasi dengan disertai karakter karya yang mengagumkan. Burgerkill pun berduka, namun mereka tetap yakin untuk terus melanjutkan perjalanan karir bermusik yang sudah lebih dari 1 dekade mereka jalani, dan sudah tentu dengan menghadirkan seorang vokalis baru dalam tubuh mereka saat ini. Akhirnya setelah melewati proses Audisi Vokal, mereka menemukan Vicki sebagai Frontman baru untuk tahap berikutnya dalam perjalanan karir mereka.

Dan pada awal Januari 2007 mereka telah sukses menggelar serangkaian tour di kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali dalam rangka mempromosikan album baru mereka. Target penjualan tiket di setiap kota yang didatangi selalu mampu mereka tembus, dan juga ludesnya penjualan tiket di beberapa kota menandakan besarnya antusiasme masyarakat musik cadas di Indonesia terhadap penampilan Burgerkill. A written story just wouldn’t enough, tunggu kejutan dan dengarkan album baru mereka, tonton konsernya dan rasakan sensai musik keras yang tak akan kamu lupakan…BURGERKILL HARDCORE BEGUNDAL IN YOUR FACE, WHATEVER!!!
http://www.burgerkillofficial.com

03
Jun
09

the adams


Terbentuknya The Adams berawal dari sebuah project band bernama Lonely pada akhir tahun 2000. Pertama kali, mereka muncul dengan single “Just” dalam album kompilasi “Kampus 24 Jam Hits!!!” rilisan Kampus 24 Jam Hits Records yang menampilkan band-band jebolah Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Atas rekomendasi Jimi (vokalis band new wave The Upstairs), maka kemudian terbentuklah The Adams yang beranggotakan Ario (gitar/vox), Tio “Be Quiet” (bass) dan Beni “The Upstairs” (drum), dibantu Martino “Jukebox” sebagai gitaris additional.

The Adams untuk pertama kalinya manggung di acara Bakar Bakaran ’02. Sekedar info, Bakar Bakaran adalah acara musik yang digelar oleh anak-anak IKJ secara reguler setiap tahun. Respon penonton terhadap performance The Adams saat itu juga cukup baik. Teman-teman The Adams kemudian juga memberi masukan kepada The Adams untuk tidak lagi membawakan lagu-lagu milik band lain melainkan milik sendiri saja. Tak lama setelahnya, dengan alasan ingin berkonsentrasi pada ujian, Tio mengundurkan diri dari The Adams. Maka format ke-2 The Adams menjadi Ario (gitar/vox), Beni (drum), dibantu Martino – kali ini sebagai additional bassis.

The Adams lantas tampil di kampus IKJ untuk kedua kalinya, dan kali ini membawakan 2 lagu milik sendiri. Setelah performance kedua tersebut, baru mereka memutuskan untuk mencari personil lagi guna mengisi posisi yang kosong. Kemudian format The Adams berubah lagi menjadi Ario (gitar/vox), Beni (bass/vox) dan Bimo (drum). Beni yang tadinya sebagai drummer The Adams memutuskan untuk main bass, karena ia ingin mencoba untuk memainkan alat musik lain.

Dengan formasi tersebut, The Adams kembali manggung di BB’s – sebuah bar kecil yang terletak di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, di mana scene musik indie bisa dibilang ‘pernah turut dibesarkan’ di sana – dan mendapatkan sambutan meriah. Saat itu The Adams membawakan sebuah lagu milik The Upstairs, “Mosque of Love”, yang sudah diaransemen sesuai musik The Adams. Dari situ, The Adams mendapatkan tawaran untuk ikutan dalam album kompilasi “JKT: SKRG” yang dirilis oleh Aksara Records pada tahun 2004. Merasa formasi dengan seorang gitaris saja masih kurang, The Adams lantas menambah seorang pecinta metal untuk menjadi gitaris kedua di The Adams, yaitu Ale. Formasi ini pun tidak bertahan lama. The Adams harus kehilangan dua personilnya di tahun 2005. Beni (bass/vox) mengundurkan diri dan posisi bass sementara saat itu dipegang oleh Indra7 “Media Distorsi”. Dan tidak lama setelah itu, di tahun 2005 pula Bimo (drum/vox) resmi mengundurkan diri dari The Adams untuk menyelesaikan studinya. Indra7 yang saat itu bermain bass untuk The Adams pun akhirnya mengundurkan diri dan memillih untuk berkonsentrasi di seksi management The Adams dan Aksara Records. Posisi bass saat itu langsung diisi oleh Arfan, gitaris dari band Karon n’ Roll.

Kekosongan dalam departemen drum tidak berlangsung lama. Di awal tahun 2006, Gigih resmi masuk dalam formasi The Adams sebagai drummer tetap dan diikuti oleh Retiara, satu-satunya additional wanita pada departemen keyboard yang akhirnya menjadi personil tetap The Adams. Format ketiga The Adams saat ini menjadi Ario (lead gitar/vox), Ale (gitar/vox), Arfan (bass/vox), Gigih (drum/vox), dan Retiara (keyboard/vox)

02
Jun
09

The Milo


Biografi
Sebelumnya, para personel the milo berasal dari band-band hardcore. Lagu-lagu mereka cenderung galau, walaupun sebenernya dasar musik mereka adalah pop. Sekilas, lagu-lagu the milo terasa seperti sebuah atmosfer yang tenang, seperti merasa sendirian di tengah-tengah hutan yang luas (Sangat sesuai dengan sampul album, poster & selebaran mereka yang selalu bernuansa seperti itu). Alunan-alunan lagu the milo penuh dengan kegalauan yang membuat pendengarnya melamun, bermimpi atau mengingat kenangan masa lampau.
Nama the milo berasal dari nama anjing peliharaan Mickey Mouse yang bernama “milo”. Ajie (vokalis & gitaris sekaligus pemimpin the milo) senang sekali menonton film kartun, dan pada suatu saat ia menonton film kartun di mana ada anjing bernama “milo”. Ia berpikir bahwa nama “milo” sangat bagus untuk dijadikan nama band, sekaligus mudah diingat. Jadi, the milo itu tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu merek susu, walaupun banyak orang yang beranggapan begitu. The milo terbentuk sekitar tahun 1996. The milo pada awalnya merupakan side project, di mana para personil the milo masing-masing sudah memiliki band sendiri. Kemudian, side project ini malah menjadi sesuatu yang serius bagi personel the milo.
The milo megeluarkan single berisi tiga lagu di bawah Flatspills Records yang berjudul “Romantic Purple” dan album penuh berjudul Let Me Begin di bawah M4AI records. Selain itu, the milo juga telah memproduksi beberapa video klip independen, antara lain Malaikat, Romantic Purple, Yin’s Evolving, Dunia Semu (feat. Rock ‘n Roll Mafia) dan Lolita. Video klip Malaikat dari the milo termasuk video klip yang mengalami high rotation untuk kriteria video klip indie di MTV Indonesia.
The milo juga mengisi lagu berjudul Broke di album kompilasi “delicatessen” keluaran poptastic! records yang juga diisi oleh band-band lain seperti mocca, the upstairs, blossom diary, dan lain-lain. Pengaruh mereka datang dari band-band shoegaze or dreampop seperti My Bloody Valentine, Cocteau Twins dan Slowdive. Sepertinya the milo ingin menghidupkan musik shoegaze di Indonesia yang memang masih jarang pengusungnya.
Album pertama mereka, Let Me Begin dirilis di Bandung pada bulan April 2003. Launching album Let Me Begin sendiri diadakan pada tanggal 8 Juni 2003. Pada akhir tahun 2003, album repackaged dirilis dengan bonus tambahan lagu “dunia semu” hasil remix Rock ‘n Roll mafia dan sebuah lagu berjudul Finally Home.
The milo berkolaborasi dengan beberapa artis Bandung, seperti misalnya Alexandra (vokalis sieve) menyumbang suara dan lirik untuk lagu “yin’s evolving” dan “sianida”. Selain itu Alvin (vokalis harapan jaya & teenage death star) juga mengisi vokal pada lagu “broke”.
Personil
• Ajie Gergaji (vokal)
• Taufik “Upik” Hidayat (gitar)
• Rizki “Suki” Khaerullah (bass)
• Budi “Krucil” Wiranto (drum)
• Hendi “Unyil” Priyatna (keyboard)

02
Jun
09

teenage death star


Suatu band biasanya sangat mengagungkan sebuah skill. Namun, tidak demikian band ini. Mereka adalah Teenage Death Star (TDS). Band yang berisi Sir Dandy (vokal), Alvin (gitar), Hell-V (gitar), Sat N.B. (bas), dan Firman (drum) ini sangat menggaungkan slogan Skill is Death.

Slogan itu tidak hanya isapan jempol. TDS benar-benar menerapkan dalam rilisan full album pertamanya, Longway to Nowhere. Mereka benar-benar membuat lirik dan musik yang sederhana dalam album ini. Namun, tetap mengutamakan kualitas dan performa yang tinggi.

TDS mengangkat tema tentang cinta. Namun, sudut pandang yang diambil beda. Yaitu, cinta yang lebih nakal. Jadi, jangan harap menemukan musik mendayu dan manis seperti gula kapas di Longway to Nowhere.

TDS membuat lirik yang cadas dan nakal. Namun, tetap catchy dengan penulisannya yang full English. Musiknya mengentak-entak di sepanjang album dengan noise gitar di sana-sini.

“Genre kami memang garage punk. Lirik sengaja dibuat nggak menonjol karena kami fokus ke musik yang upbeat energik. Yang penting bisa bikin semangat dan orang ikut goyang,” kata Sir Dandy, sang vokalis, kepada DetEksi Jawa Pos.

TDS berdiri pada 2001, eksis di jalur indie. Albumnya dijual di distro-distro. “Kami bergerak dari komunitas dulu. Istilahnya membentuk akar, kalau sudah kuat baru ke permukaan,” katanya.

01
Jun
09

Zake & the popo


Space in the Headline, album terbaru mereka dirilis dengan konsep edgy yang menarik perhatian. Zeke and The Popo (ZATPP) memang salah satu grup musik yang menawarkan sesuatu yang berbeda pada dunia musik lokal.

Semua berangkat dari spontanitas, seperti diakui oleh Zeke, Yudi, Leo dan Iman, keempat personil band ini tidak pernah merasa merencanakan sesuatu ketika melakukan apa pun.

Nama ZATPP adalah spontanitas dengan arti yang sangat personal bagi band itu sendiri. Sudah berusia empat setengah tahun, dan meluncurkan album adalah juga sesuatu yang impulsif, karena mereka merasa sudah saatnya memberikan pencerahan pada musik lokal.

Space in the Headline adalah album yang sangat kaya dengan warna musik, dan bernuansa Spacey, seperti dikatakan oleh Zeke dalam sebuah interview. Pemasaran album ini dikemas cukup menarik yaitu dalam sebuah box mirip kemasan pizza yang berisi CD, pin, stiker dan poster. Sistem pemesanan dilakukan dengan pesan antar. Dalam waktu sebulan, penjualan mencapai angka 1000, sebuah angka yang cukup fantastis untuk band yang dikelola oleh label musik kecil.

Zeke, yang bernama asli Harris Kaseli adalah putra pejabat Agum Gumelar. Ia juga dikenal sebagai musisi yang kerap menggarap album soundtrack untuk film lokal. Janji Joni, 6:30, dan Kala adalah film-film yang digarapnya.

Zeke mengaku sangat menyukai konsep menonton film. Sekelompok orang yang duduk bersama dalam gelap dan berkonsentrasi menikmati sebuah karya seni adalah sesuatu yang menarik menurutnya. Zeke juga mengharapkan pendengar ZATPP bisa mengapresiasi album mereka dengan ambience yang sama.

01
Jun
09

Pure saturday


Pure Saturday… Band berbakat asal kota kembang Bandung. Resminya berdiri pada tahun 1994. Awalnya sih Pure Saturday (PS) terbentuk karena iseng-iseng saja. Mereka ngeband kalo lagi ngga ada kegiatan dan sekalian nunggu hasil UMPTN. Tempat kumpul dan latihan biasanya di rumah Suar, di gudang rumah. Gudang bekas pabrik gitar disulap jadi tempat latihan band dan proses pembuatan lagu-lagu.

Dari keisengan itu pula mereka mencoba membuat lagu dan ternyata satu sama lain menemukan kecocokan. Yah… iseng-iseng berhadiah lah… Lalu dibuatlah kesepakatan untuk ngeband secara serius dan mulai mencari kegiatan musik yang diselenggarakan di Bandung. Tapi waktu itu (tahun 1992) namanya masih Tambal Ban bukan Pure Saturday. Akhirnya nama “Tambal Ban” diganti, soalnya terlalu pasaran dan ngga jelas artinya. Apalagi mau ikutan Festival Musik Unplugged (Tahun 1994), harus punya nama yang keren dong.

Akhirnya terpilihlah nama “Pure Saturday” yang tercetus secara spontan. Nama ini diambil karena hari Sabtu merupakan hari latihan, sejak pagi hingga menjelang subuh. Jadi maksudnya hari Sabtu itu benar-benar merupakan hari kerja buat mereka. Disamping itu, untuk mengisi kekosongan waktu anak-anak PS yang saat itu masih pada jomblo, maka dari pada bengong berhayal yang tidak-tidak mendingan ngeband. Begitulah motto hidup mereka.

Tahun yang sama Pure Saturday berhasil menjuarai festival musik unplugged se-Jawa dan DKI dengan lagu yang mereka ciptakan sendiri Enough. Di festival ini PS mendapat Juara Pertama kategori Umum. Wah… keren… Sejak saat itu PS jadi semakin sering bikin lagu. Karena kemenangan tersebut, Pure Saturday semakin terkenal dan dikenal terutama oleh para barudak musik Bandung. Hampir setiap acara yang digelar di Bandung selalu mengundang PS. Yah… istilahnya tiada PS, tiada bazar dan acara. Nampaknya PS merupakan sesajen yang ampuh untuk memelet para penonton. Tidak hanya turun naik panggung, tapi PS juga sering keluar masuk stasiun radio di Bandung.

Ketenaran PS ini membuat Ambari (ini nama orang lho!) berminat membuatkan PS album lewat jalur indie label. Pada saat itu manajer Pure Saturday adalah adiknya Yuki yang tidak lain dan tidak bukan adalah vokalis PAS. Nah… PAS ini mempunyai seorang manajer yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ambari. Antara manajer PS dan PAS ternyata terjalin hubungan yang baik… yah… sedikit nepotisme gpp lah… Kesepakatan pun dibuat sambil mencari orang yang mau memodali biaya produksi. Akhirnya ada juga seorang teman yang baik yang mau membiayai.

Percaya diri mulai tumbuh dan berkembang dan bersemi pada tubuh PS dan mulai membuat komposisi-komposisi musik yang akhirnya cukup kuat untuk sebuah album perdana. Akhirnya Pure Saturday mencoba hadir di blantika musik Indonesia. Mereka banyak mendapat pengaruh dari grup-grup asal Inggris seperti The Cure, Ride, My Bloody Valentine, Wonder Stuff dan lain-lain.

Album perdana PS ini digarap secara independen dan dipasarkan secara mail order lewat sebuah majalah remaja di Jakarta. Pada saat itu PS membuat 5.000 kopi saja. Beberapa bulan setelah album tersebut muncul, ada produser rekaman yang melirik mereka dan akhirnya mereka pun membuat kontrak dengan Ceepee Production. Lagu-lagu pada album pertama itu adalah Silence, Kosong, a song, Desire, Simple, Enough, Open Wide dan Coklat. Lagu Kosong kemudian dipilih untuk dibuatkan videoklipnya.

Album yang berisi delapan lagu ini ternyata mendapat sambutan yang bagus, karena dinilai lagu-lagu PS masih fresh, dan tidak mengikuti trend musik saat itu. PS datang dengan warna yang lain, maksudnya diantara musik-musik keras yang saat itu sedang naik, PS malah menyuguhkan musik yang slow tapi gahar. Mungkin seperti slogan acara Resurrection… “Awake against mainstream and proud of it”. Yah begitulah kira-kira. Boleh dibilang album mereka laku keras. Saat masih diedarkan sendiri 700 kopi yang terjual. Sedangkan melalui distribusi Ceepee Production terjual sebanyak 2000 kopi. PS sangat mensyukuri anugerah ini meskipun banyak yang menilai musik mereka sangat berbeda. ”Berarti kita sudah diakui dan keinginan kita agar berbeda dari yang lain terwujud,” seru Ade.

Kegiatan bermusik membuat urusan akademis (sekolah) mereka terbengkalai. Akhirnya, mereka mencoba untuk membenahi urusan akademis terlebih dahulu. Hal itu malah membuat mereka tidak bisa berkumpul dan membuat lagu. Di kondisi waktu yang terbatas mereka mencoba lagi untuk membuat komposisi-komposisi yang akhirnya selesai, kemudian masuk studio rekaman dan selesai awal 1999. Untuk album kedua mereka dikontrak oleh PT. Aquarius Musikindo. Album kedua ini diberi judul “Utopia”.

Menapaki jalur indie bagi mereka merupakan satu strategi, selain agar dikenal publik lebih luas juga agar mereka tidak dipermainkan produser jika menempuh jalur major label. ”Kalau kita sudah mengeluarkan album indie, produser tidak bisa seenaknya lagi menyuruh kita ganti warna musik, karena sebelumnya kita sudah punya fans sendiri,” papar Udhie.

Pure Saturday sempat vakum sebelum pada akhirnya Suar mengundurkan diri pada tahun 2004. Posisi Suar kemudian digantikan oleh sang manajer, iyo. Pada Maret 2005, PS kembali hadir dengan album ketiganya yang berjudul “ELORA”. Kehadiran PS kali ini dengan formasi barunya dan dengan membawa label baru, Fast Forward Records.

01
Jun
09

Efek rumah kaca


Rookie of the Year 2008- Rolling Stone Indonesia

Nominator AMI Award 2008

Nominator MTV Music Award 2008

Efek Rumah Kaca.(ERK) menulis lagu pop berbahasa Indonesia dengan tema yang sangat variatif. Lirik puitis, kadang langsung, dengan berbagai sudut pandang dan kekayaan pilihan kata. Tidak sekedar hiburan, ERK menjadikan musik sebagai potret zaman, membicarakan berbagai keadaan hari ini; situasi sosial, budaya, politik, lingkungan, psikologis, apa saja!

Efek Rumah Kaca yang terdiri dari Cholil (vokal/gitar), Adrian (bass) dan Akbar (drum) terbentuk pada tahun 2001. Setelah mengalami beberapa kali perubahan personil, akhirnya mereka memantapkan diri mereka dengan formasi 3 orang dalam band-nya. Sebelumnya, band ini bernama “Hush” yang kemudian diganti menjadi “Superego”, yang kemudian berubah lagi pada tahun 2005 menjadi Efek Rumah Kaca- diambil dari salah satu judul lagu mereka. Dan lahirlah Efek Rumah Kaca.

Banyak yang menyebutkan bahwa warna musik Efek Rumah Kaca tergolong dalam post-rock, bahkan adapula yang menyebutkan shoegaze sebagai warna musik mereka. Tetapi, Efek Rumah Kaca dengan mantap menyebutkan bahwa warna musik mereka adalah pop, karena mereka merasa tidak mengunakan banyak distorsi dalam lagu-lagu mereka seperti selayaknya musik rock. Secara musikal, ERK cukup banyak dipengaruhi oleh Jeff Buckley, Smashing Pumpkins, Radiohead, Sting, Jon Anderson, hingga Bjork

Sejak merilis debut album self title pada September 2007 (di bawah Indie Label Paviliun Records), ERK mendapat espon positif dari berbagai media dan kalangan. Puluhan, bahkan mungkin ratusan blog di internet meresensi album ini dengan antusias. Puluhan media cetak nasional memberi kredit yang baik. Puluhan tampil di layar TV nasional dan lokal. Ratusan radio memasukkan single-single mereka- terutama lagu ”Cinta Melulu”- ke dalam chart mereka. Kalangan pelajar, mahasiswa, sesama musisi, seniman, LSM, hingga kalangan umum mengapresiasi musik ERK. Ratusan panggung di berbagai daerah mendapat sambutan positif: Jakarta, Bandung, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Yogyakarta, Jombang, Bali, Medan, Pekanbaru,malang,surabaya….

Efek Rumah Kaca disebut-sebut sebagai ”produk indie” terbaik saat ini, media-media musik menjulukinya sebagai ”band yang cerdas”, ”sesuatu yang berkualits sekaligus ’menjual’”, atau bahkan ”penyelamat musik Indonesia”.

Dan ERK masih menjadi band yang sama seperti sejak terbentuknya: berusaha terus menulis lagu sebagus dan seindah mungkin, sambil memotret kenyataan.

Efek Rumah Kaca – st (2007)
Efek Rumah Kaca – Kamar Gelap (2008)

(dari berbagai sumber)

24
Mei
09

THE UPSTAIRS


The Upstairs dibentuk pada bulan Oktober 2001 di Jakarta oleh Jimi Multhazam (vokalis) dan Kubil Idris (gitar) dengan pengaruh musikal dari band-band new wave seperti A Flock Of Seagulls, Devo, Depeche Mode, hingga Joy Division. Menyusul bergabung beberapa bulan kemudian, seorang drummer band metal bernama Beni Adhiantoro dan belakangan bassist Alfi Chaniago. Kebetulan kesemuanya adalah mahasiswa Institut Kesenian Jakarta. Awal 2002 The Upstairs merilis ep bertitel Antahberantah secara do-it-yourself dalam format kaset dan CD yang ludes 300 keping dalam waktu singkat. Ini dilanjutkan dengan serangkaian live performances mereka di Jakarta, Bandung dan Jogjakarta.

Selain karena ciri musikal mereka yang danceable, lirik-lirik lagu yang implisit dan jenial, The Upstairs juga terkenal karena kharisma frontman mereka, Jimi Multhazam yang eksentrik dan pandai bersilat kata jika sedang manggung. Uniknya, style musik yang diusung The Upstairs ini telah jauh lebih dulu muncul sebelum ledakan global new wave revivalist yang dipopulerkan band-band seperti Franz Ferdinand, The Killers, The Bravery, Kaiser Chiefs, Bloc Party dan sebagainya. Pendeknya, The Upstairs memang bukan band yang mengekor trend musik global, mereka justru ikut membidaninya. Sebuah hal yang cukup langka di tanah air ini.

Setelah melalui serangkaian reformasi dalam line-up, kini formasi tersolid The Upstairs adalah Jimi Multhazam (vocals), Kubil Idris (guitar), Beni Adhiantoro (drums), Alfi Chaniago (bass & keyboards), Elta Emmanuella (keyboards & synths) dan Dian Maryana (backing vocal).

The Upstairs merilis debut CD mereka yang bertitel Matraman di bawah independen label Sirkus Rekord pada tanggal 14 Februari 2004. Tepat di malam Valentine tersebut mereka menggelar pula record release party di BBs Bar, Menteng, Jakarta. Acara pesta rilis album itu kemudian tercatat sebagai gig paling ramai yang pernah diselenggarakan di bar sempit namun legendaris tersebut. 100 keping CD Matraman pun ludes dalam hitungan dua jam saja di acara tersebut.

Sebulan kemudian The Upstairs merilis video musik singel pertama mereka Apakah Aku Berada Di Mars atau Mereka Mengundang Orang Mars yang disutradarai The Jadugar (Sutradara Terbaik MTV Indonesia Awards 2003) di MTV Indonesia. Singel ini juga menerima heavy rotation airplay dan sempat menduduki posisi teratas di berbagai charts stasiun radio di pulau Jawa selama beberapa minggu. Begitu pula halnya dengan singel kedua Matraman yang rilis dua bulan kemudian.

Dua singel tersebut menjadi indie hits dan mengakibatkan album Matraman diburu banyak orang. Sayangnya, keterbatasan distribusi indie label membuat album ini sulit didapatkan di pasaran. Untuk menanggulangi permintaan yang meninggi, bulan Agustus 2004 album Matraman dirilis dalam format kaset dengan distribusi nasional via label RNB. Album debut yang menuai banyak pujian dari kritikus lokal ini kemudian oleh majalah MTV Trax ditetapkan sebagai salah satu The Best Indie Album 2004. Majalah HAI di akhir tahun 2004 bahkan memilih The Upstairs sebagai The Best Indie Band 2004.

Seiring dengan demam Matraman di Jakarta, The Upstairs pun makin sering tampil di berbagai pentas seni (pensi) yang digelar SMA-SMA di Jabotabek bersama artis-artis papan atas Indonesia. Nyatanya, semua panggung Pensi SMA bergengsi di Jakarta telah dijelajahi oleh band ini. Akibatnya, Februari 2005 Majalah HAI kemudian memilih The Upstairs sebagai salah satu Band Raja Pensi 2005. Sebuah konser tunggal The Upstairs yang digelar 9 Januari 2005 di De Basic Bar, Jakarta juga menuai sukses besar. 500 tiketnya sold-out hanya dalam waktu 2 jam saja. Fan base The Upstairs pun kian berkembang dan bertambah banyak setiap harinya.

Maret 2005 The Upstairs diminta oleh FFWD Records untuk berpartisipasi di album soundtrack film Catatan Akhir Sekolah bersama Mocca, Seringai, Pure Saturday dan sebagainya. Di album ini The Upstairs menyumbangkan singel terbaru mereka yang berjudul Gadis Gangster. Teramat padatnya jadwal tur konser ke Surabaya, Malang, Jogjakarta, Semarang dan kota-kota lainnya di Jawa mengakibatkan proses penggarapan album baru The Upstairs tersendat-sendat.

Hampir sebagian besar waktu The Upstairs di tahun 2005 dihabiskan di atas panggung. Bermaksud melangkah ke level selanjutnya, The Upstairs menyebarkan demo empat lagu baru mereka ke berbagai label rekaman terkemuka Indonesia untuk membuka kemungkinan bekerjasama. Gayung bersambut, seorang sohib lama yang kemudian bekerja sebagai A&R Warner Music Indonesia, Agus Sasongko, menawarkan kontrak eksklusif bagi The Upstairs.

Akhirnya, pada 19 September 2005 The Upstairs resmi teken kontrak satu album dengan major label Warner Music Indonesia. Proses rekaman album terbaru telah dilakukan sejak Desember 2005 hingga Februari 2006 di Studio Aluna, Kemang yang dimiliki komposer tenar Erwin Gutawa. Proses mixing sendiri dilakukan di Studio A System dengan sound engineer maestro musik elektronik, Andy Ayunir dan mastering oleh Hok Laij di Musica Studio. Album ini rilis Maret 2006.

Keyboardist Elta Emanuella pada tanggal 7 Oktober 2007 secara resmi mengundurkan diri dari band karena ingin melanjutkan studinya di luar negeri. Akhirnya setelah lebih dari setahun menjadi lima sekawan, THE UPSTAIRS pada akhir November 2008 memutuskan untuk melantik additional keyboardist Adink Permana sebagai personel keenam mereka. Mantan gitaris Klarinet sekaligus pianis Tantrum ini mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Elta Emanuella.

Adink pertama kali membantu pementasan The Upstairs pada bulan November 2007 di sebuah program televisi nasional bertajuk “Let’s Dance.” Masih di bulan yang sama Adink juga ikut membantu proses rekaman 12 lagu baru di album penuh ketiga The Upstairs yang bertitel Magnet! Magnet! di dE Studio, Jakarta.

Setelah bergabungnya seorang keyboardist tetap ke dalam band akhirnya line-up The Upstairs selengkapnya sekarang terdiri dari Jimi Multhazam [vocal], Andre Kubil Idris [gitar], Beni Adhiantoro [drums], Alfi Chaniago [bass & synth], Dian Maryana [backing vocal] dan Adink Permana [keyboardist]. Akhir Maret 2009 The Upstairs merilis album penuh terbaru mereka sejak 2006 yang bertitel “Magnet! Magnet!” di bawah label Magnet Music/Demajors.

17
Mei
09

Holy City Roller : Lebih Mudah Berbahasa Inggris

Jakarta – Semakin banyak band-band Indonesia yang berpotensi untuk go international dengan lirik berbahasa Inggris dalam lagu-lagunya. Band Holy City Roller mengaku menggunakan lirik berbahasa inggris karena tidak ingin merusak musik Indonesia. Lho?

Mesa, sang vokalis Holy City Roller mengungkapkan bahwa mereka lebih mudah menggunakan lirik berbahasa Inggris. “Kita gak bisa nemuin kata-yang tepat untuk bikin lirik pakai bahasa Indonesia, takutnya nanti malah ngerusak,” ujarnya saat mengunjungi kantor detikhot baru-baru ini.

Band yang pernah terpilih sebagai Gulali Artist of the Month versi Radio Mustang pada Februari 2007 itu terbentuk sejak 2005 dengan nama Intruders. Namun di awal 2006 meraka bermasalah dan salah satu personelnya keluar. Mereka pun merekrut Andrew untuk membuat band baru bernama The Guide, tapi kemudian diganti menjadi Holy City Roller.

Musik Holy City Roller sendiri banyak dipengaruhi band-band luar seperti The Beatles dan The Strokes, tetapi ada juga band lokal seperti Naif. “Musik kita isinya ngomongin cewek juga iya, cerita tentang kehidupan, kritik sosial, ada juga tentang kebohongan,” ujar Andrew sang gitaris.

Dengan single yang berjudul ‘Another Song For Her’, band yang sempat mengisi soundtrack film ‘Radit & Jani’ pada Januari 2008 itu cukup senang dengan penjualan album mereka yang mencapai 1.000 keping, walaupun target market mereka terbatas.

“Berati ada 1.000 orang yang punya CD kita, itu udah cukup hebat ya. Soalnya awal-awal kita itu niatnya nggak benar-benar ngeband mau bikin album gitu,” kata Imam. “1.000 orang itu pengen gue peluk tuh satu-satu! hehe..” tambah Mesa sambil tertawa.
(yla/yla)

Sumber: detikhot.com




Kalender

Yang Sedang Baca…

April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930